
Sejarah Kesenian Jaranan - Seni jaranan itu mulai muncul sejak abad ke 10 Hijriah. Tepatnya pada
 tahun 1041. atau bersamaan dengan kerajaan Kahuripan dibagi menjadi 2 
yaitu yaitu bagian timur Kerajaan Jenggala dengan ibukota Kahuripan dan 
sebelah Barat Kerajaan Panjalu atau Kediri dengan Ibukota Dhahapura.
Raja Airlangga memiliki seorang putri yang bernama Dewi Sangga 
Langit. Dia adalah orang kediri yang sangat cantik. Pada waktu banyak 
sekali yang melamar, maka dia mengadakan sayembara. Pelamar-pelamar Dewi
 Songgo Langit semuanya sakti. Mereka sama-sama memiliki kekuatan yang 
tinggi. Dewi Songgo Langit sebenarnya tidak mau menikah dan dia Ingin 
menjadi petapa saja. Prabu Airlangga memaksa Dewi Songgo Langit Untuk 
menikah. Akhirnya dia mau menikah dengan satu permintaan. Barang siapa 
yang bisa membuat kesenian yang belum ada di Pulau Jawa dia mau menjadi 
suaminya.
Ada beberapa orang yang ingin melamar Dewi Songgo Langit. Diantaranya 
adalah Klono Sewandono dari Wengker, Toh Bagus Utusan Singo Barong Dari 
Blitar, kalawraha seorang adipati dari pesisir kidul, dan 4 prajurit 
yang berasal dari Blitar. Para pelamar bersama-sama mengikuti sayembara 
yang diadakan oleh Dewi Songgo Langit. Mereka berangkat dari tempatnya 
masing-masing ke Kediri untuk melamar Dewi Songgo Langit.
Dari beberapa pelamar itu mereka bertemu dijalan dan bertengkar 
dahulu sebelum mengikuti sayembara di kediri. Dalam peperangan itu 
dimenangkan oleh Klana Sewandono atau Pujangganom. Dalam peperangan itu 
Pujangganom menang dan Singo Ludoyo kalah. Pada saat kekalahan Singo 
Ludoyo itu rupanya singo Ludoyo memiliki janji dengan Pujangganom. Singa
 Ludoyo meminta jangan dibunuh. Pujangganom rupanya menyepakati 
kesepakatan itu. Akan tetapi Pujangganom memiliki syarat yaitu Singo 
Barong harus mengiring temantenya dengan Dewi Sangga Langit ke Wengker.
Iring-iringan temanten itu harus diiringi oleh jaran-jaran dengan 
melewati bawah tanah dengan diiringi oleh alat musik yang berasal dari 
bambu dan besi. Pada jaman sekarang besi ini menjadi kenong. Dan bambu 
itu menjadi terompet dan jaranan.
Dalam perjalanan mengiringi temantenya Dewi Songgo Langit dengan 
Pujangganom itu, Singo Ludoyo beranggapan bahwa dirinya sudah sampai ke 
Wengker, tetapi ternyata dia masih sampai di Gunung Liman. Dia 
marah-marah pada waktu itu sehingga dia mengobrak-abrik Gunung Liman itu
 dan sekarang tempat itu menjadi Simoroto. Akhirnya sebelum dia sampai 
ke tanah Wengker dia kembali lagi ke Kediri. Dia keluar digua 
Selomangklung. Sekarang nama tempat itu adalah selomangkleng.
Karena Dewi Sonmggo Langit sudah diboyong ke Wengker oleh 
Puijangganom dan tidak mau menjadi raja di Kediri, maka kekuasaan 
Kahuripan diberikan kepada kedua adiknya yang bernama Lembu Amiluhut dan
 Lembu Amijaya. Setelah Sangga Langit diboyong oleh Pujangganom ke 
daerah Wengker Bantar Angin, Dewi Sangga Langit merubah nama tempat itu 
menjadi Ponorogo
Jaranan muncul di kediri itu hanya untuk menggambarkan boyongnya dewi Songgo langit dari kediri menuju Wengker Bantar Angin. Pada saat boyongan ke Wengker, Dewi Sangga Langit dan Klana Sewandana dikarak oleh Singo Barong. Pengarakan itu dilakukan dengan menerobos dari dalam tanah sambil berjoget. Alat musik yang dimainkan adalah berasal dari bambu dan besi. Pada jaman sekarang besi ini menjadi kenong.
Untuk mengenang sayembara yang diadakan oleh Dewi Songgo Langit dan 
Pernikahanya dengan Klana Sewandono atau Pujangga Anom inilah masyarakat
 kediri membuat kesenian jaranan. Sedangkan di Ponorogo Muncul Reog. Dua
 kesenian ini sebenarnya memiliki akar historis yang hampir sama. Seni 
jaranan ini diturunkan secara turun temurun hingga sekarang ini.
Jaranan Dan Representasi Abangan
Jaranan pada jaman dahulu adalah selalu bersifat sakral. Maksudnya selalu berhubungan dengan hal-hal yang sifatnya gaib. Selain untuk tontonan dahulu jaranan juga digunakan untuk upacara-upacara resmi yang berhubungan dengan roh-roh leluhur keraton. Pada jaman kerajaan dahulu jaranan seringkali ditampilkan di keraton.
Jaranan pada jaman dahulu adalah selalu bersifat sakral. Maksudnya selalu berhubungan dengan hal-hal yang sifatnya gaib. Selain untuk tontonan dahulu jaranan juga digunakan untuk upacara-upacara resmi yang berhubungan dengan roh-roh leluhur keraton. Pada jaman kerajaan dahulu jaranan seringkali ditampilkan di keraton.
Dalam praktek sehari-harinya para seniman jaranan adalah orang-orang 
abangan yang masih taat kepada leluhur. Mereka masih menggunakan 
danyangan atau punden sebagai tenpat yang dikeramatkan. Mereka masih 
memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap roh-roh nenek moyangnya. 
Mereka juga masih melaksanakan praktik-praktik slametan seperti halnya 
dilakukan oleh orang-orang dahulu.
Pada kenyataanaya seniman jaranan yang ada di kediri adalah para 
pekerja kasar semua. Mereka sebagian besar adalah tukang becak dan 
tukang kayu. Ada sebagian dari mereka yang bekerja sebagai sebagai 
penjual makanan ringan disepanjang jalan Bandar yang membujur dari utara
 ke selatan.
Cliford Geertz mengidentifikasi mereka dengan sebutan abangan. Geertz
 memberikan penjelasan tentang praktik abangan. Masayarakat abangan 
adalah suatu sekte politio-religius dimana kepoercayaan jawa asli 
melebur dengan Marxisme yang Nasionalistis ynag memungkinkan pemeluknya 
sekaligus mendukung kebijakan komunisdi Indonesia. Sambil memurnikan 
upacara-upacara abangan dari sisa-sisa Islam (Geertz 1983).
Dalam perkembanganya kesenian jaranan mengalami pasang surut. Hal ini
 disebabkan kondisi social masyarakat yang sudah berubah dalam memaknai 
dan mengambangkan jaranan. dari tahun-ke tahun jaranan mulai berubah 
dari yang sifatnya tuntunan menjadi tontonan dan yang paling menarik 
adalah jaranan sebagai alat untuk menarik simpatisan dan untuk 
pengembangan pariwisata.
Jaranan pada tahun 1960-an menjadi alat politik PKI untuk menopang 
kekuasaanya dan menarik masa. Pada tahun-tahun itu kebijakan Sukarno 
tentang Nasakom sangat mempengaruhi keberadaan lembaga-lembaga yang ada 
di bawah. Dari nasionalisme, Agama dan komunis ini, memiliki 
lembaga-lembaga sendiri. Kelompok itu memiliki basis kesenian 
sendiri-sendiri. Lekra, lesbumi dan LKN adalah lembaga kesenian yang ada
 di tingkat bawah.
Pada tahun itu jaranan sudah ada dan kebetulan bernaung dibawah 
pengawasan Lekra. Jaranan pada saat itu sudah sangat digemari 
masyarakat. Bahkan dikediri pada saat itu sudah berdiri beberapa 
kelompok jaranan. kelompok jaranan ini banyak digawangi oleh orang-orang
 yang berada di lembaga kesenian. Dari ketiga lembaga kesenian yang ada,
 semuanya memiliki kesenian sendiri-sendiri yang sesuai dengan misinya 
masing-masing.
Pada tahun 60an itu masing-masing kelompok jaranan berkontestasi 
dengan sehat. Walaupun mereka berasal dari lembaga kesenian yang 
berbeda, tapi pada saat itu mereka masih bisa berbagi ruang dan 
berkontestasi. Mereka saling mendukung dan mengembangkan kreatifitasnya 
dalam berkesenian.
Jaranan pada saat itu masih tampil dengan polos sekali. Pemainya hanya mengenakan celana kombor dan tanpa make up. Tidak ada batas antara pemain, penabuh dan penonton. Mereka sama-sama berada di tanah. Mereka bisa saling tukar main antara satu dengan lainya. Berbeda dengan jaman jepang pada yang masih menggunakan goni sebagai pakaiannya. Pada tahun-tahun 60an jaranan bisa tampil vulgar di manapun dia berada.
Jaranan pada saat itu masih tampil dengan polos sekali. Pemainya hanya mengenakan celana kombor dan tanpa make up. Tidak ada batas antara pemain, penabuh dan penonton. Mereka sama-sama berada di tanah. Mereka bisa saling tukar main antara satu dengan lainya. Berbeda dengan jaman jepang pada yang masih menggunakan goni sebagai pakaiannya. Pada tahun-tahun 60an jaranan bisa tampil vulgar di manapun dia berada.
Pada tahun 1965 terjadi peristiwa pembersihan dari kalangan agamawan 
kepada kelompok-kelompok abangan. Pembersihan ini dilakukan tas 
kerjasamama Negara dengan kaum agamawan. Akibat dari pembersihan itu 
masyarakat abangan yang ada di Kediri pada saat itu sempat kocar-kacir. 
Terlebih pada orang-orang yang memang bergelut di lembaga PKI ataupun 
pernah terlibat.
Orang-orang yang terlibat sebagai anggota partai komunis dibunuh. 
Para seniman-seniman yang berada dibawah PKI yaitu Lekra dihabisi semua.
 Danyangan dan beberapa punden banyak yang dirusak. Bahkan patung-patung
 dan arca yang sekarang berada di museum Airlangga terlihat banyak yang 
hancur. Ini adalah akibat pertikaian politik 1965. segala property yang 
berhubungan dengan tradisi orang abangan dimusnahkan. Termasuk 
didalamnya adalah jaranan.
Setelah kejadian berdarah tahun 1965 itu jaranan yang dahulu adalah 
kesenian yang sangat dibangggakan masyarakat hilang seketika. Jaranan 
adalah representasi dari kaum abangan yang mencoba untuk memberikan 
eksistensi dirinya pada kesenian. Mereka benar-benar mengalami trauma 
yang berkepanjangan. Sehingga kesenian jaranan pada paska 65 mundur. 
Kondisi politik 65 ini telah membawa jaranan pada titik kemandekanya. 
Kecuali jaranan yang bernaung di bawah komunis aman dari pembersihan 
ini. Keberadaan jaranan pada saat itu juga masih relative sedikit. 
Trauma itu ternyata tidak dirasakan oleh orang-orang yang berasal dar 
lekra saja. Seniman dari lesbumi dan LKN waktu itu juga agak ketakutan 
untuk tampil di public. Kebanyakan dari seniman yang ada dikediri pada 
waktu itu juga berhenti dari kesenian untuk semantara waktu.
Pasca peristiwa berdarah itu seluruh elemen masyarakat memberikan 
identifikasi yang negatif terhadap kesenian jaranan. dari kalangan 
agamawan. Para agamawan beranggapan bahwa jaranan itu mengundang setan. 
Sehingga wajar jika pada saat itu para agamawan terlebih ansor 
menghabisi seniman-seniman yang berbau komunis di kediri.
Negara yang mulai memberikan pengngontrolan seniman dengan membuatkan
 Nomor Induk Seniman (NIS) pada kurun waktu tahun 1965-1967. Dengan 
memberikan NIS ini pemerintah bisa mengontrol lebih jauh seniman yang 
terlibat dengan komunis. Bagi yang tidak memiliki NIS biasanya mereka 
dikasih nomor aktif sebagai seniman. “Tanpa memiliki kartu ini, seniman 
tidak boleh tampil di ruang publik” kata Mbah Ketang.
Praksis paska 65 jaranan jarang sekali tampil di ruang public. 
Seniman-seniman jaranan yang berasal dari LKN mungkin masih bisa 
berunjuk kebolehanya di ruang public. Misalnya jaranan Sopongiro di 
Bandar dan jaranan Turnojoyo Pakelan. Dua jaranan ini bisa eksis dan 
tidak terberangus pada tahun 65 karena mereka adalah kelompok kesenian 
yang berasal dari LKN.
Stigmatisasi yang dikembangkan oleh agamawan dan Negara rupanya telah
 meberangus nalar masyarakat. Paska 65 masyarakat secara tidak langsung 
memberikan identifikasi negatif terhadap kesenian jaranan. Mereka masih 
menganggap bahwa kesenian jaranan itu adalah kesenian milik PKI.
Masyarakat tidak mau dicap merah oleh pemerintah dan kaum agamawan 
sebagai pengikut PKI. Akhirnya kesenian jaranan dijauhi oleh masyarakat.
Pasca terjadi peristiwa berdarah rtahun 1965 itu, kesenian jaranan mulai lumpuh total. Baru pada tahun 1977 jaranan mulai menggeliat lagi. Jaranan menjadi sebyuah idiom baru yang tampil berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Jaranan pada tahun sebeliumnya banyak berafiliasi dengan komunis akan tetapi pada tahun itu jaranan mulai menggandeng militer untuk dijadikan alat untuk melindungi dirinya.
Samboyo Spirit Baru Jaranan Kepang Kediri
Dalam rangka memperbaiki citra jaranan di muka masyarakat, seniman jaranan mulai menghaluskan jaranan. Pada tahun 70an gerakan untuk merevitalisasi jaranan sudah mulai diupayakan. Penghalusan dalam wilayah tarian, dandanan dan musikpun sudah mulai dilakukan. Para seniman jaranan mulai memodifikasi jaranan dari pakaian, make up, dan tarian serta musiknya. Dalam berebagai pertunjukan jaranan pemain jaranan harus memiliki sifat yang arif, sopan dan memiliki tata karama yang tinggi kepada masyarakat dan para penanggap. Sifat itu harus diperankan oleh para seniman dalam berbagai waktu dan kesempatan.
Selain strategi berselingkuh dengan militer, jaranan juga memiliki 
strategi lain yaitu dengan cara menghaluskan tarianya, musiknya, dan 
danadananya serta tingkah lakunya harus lebih baik. Penghalusan ini 
dilakukan oleh seniman jaranan karena pada saat-saat itu monitoring dari
 pewemerintah masih sangat kuat. Untuk menghilangkan stigma itu seniman 
harus melakukan strategi itu untuk menjaga kesenian jaranan.
Kemudian pada tahun 1977 setelah berdirinya Samboyo Putro, jaranan 
mulai mendapat pengakuan dari masyarakat dan pemerintah. Jaranan Samboyo
 Putro ini didirikan oleh mantan polwil Kediri yang bernama pak Samboyo.
 Dengan adanya jaminan dari fihak kepolisian inilah jaranan mulai berani
 bertengger di kediri bersaing dengan kesenian lainya. Jaranan Samboyo 
itu dahulu mendapatkan wangsit dari Pamenang Joyoboyo. Pak Samboyo 
mendapatkan wahyu dari Pamenang agar mendirikan jaranan dan menguri-uri 
kesenian asli kediri ini. (Ketang)
Atas wangsit yang berasal dari Pamenang itulah Samboyo berusaha 
sekuat tenaga untuk mengembalikan citra negative masyarakat terhadap 
kesenian jaranan. Pak samboyo mulai berafiliasi dengan pemerintah, 
agamawan serta masyarakat untuk mendukung eksistensi jaranan di 
kediri.pasca tahun 1977 inilah jaranan mulai bisa dipercayai sepenuhnya 
oleh masyarakat kediri sebagai kesenian yang bebas dari komunis.
Dahulu sebelum ada pertunjukan jaranan seluruh personel jaranan pasti
 pergi ke pamenang terlebih dahulu.. kalau sekarang hanya dilakukan oleh
 para gambuhnya saja. Perubahan ini disebabkkan lebih pada ketakutan 
pemain jika menjadi korban pamenang. Pemain-pemain itu takut kalu suatu 
saat dia mengingkari janjinya dengan pamenang.
Pada saat berdirinya jaranan samboyo putro tahun 1977 itu, Pak 
Samboyo berusaha keras. Usaha ini lebih dimaksudkan untuk mengambalikan 
citra jaranan yang sudah buruk dimuka masyarakat. Salah satu cara pak 
Samboyo pada saat itu adalah dengan cara mengadakan dukun tiban. 
Inspirasi tentang dukun tiban itu dia dapatkan dari pamenang. (Pardi dan
 Endah)
Pada masa kejayaan Samboyo Putro pernah memperoleh beberapa prestasi 
yang gemilang. Beberapa tahun setelah berdirinya Samboyo, langsung 
mendapatkan Juara 1 festifal jaranan sejawa Timur. Kemudian dalam 
perjalananya mulai tahun 1977 sampai 1990 Samboyo Putro pernah tanggapan
 sebanyak 1674 kali. Selain itu Samboyo Putro Personelnya banyak yang 
melatih jaranan ke komunitas-komunitas kesenian jaranan lain di Kediri.
Hingga kini masyarakat menyakini bahwa jaranan samboyo Putro itu 
memiliki jasa yang sangat besar untuk mengambalikan citra jaranan di 
kediri. Pandangan agamawan dan Negara serta masyarakat yang dahulu 
memandang jaranan sebagai kesenian yang jelek, akhirnya berubah haluan. 
Paska tahun 1977 ini, masyarakat mulai memandang bahwa jaranan ini 
adalah kesenian yang berasal dari kediri. Keberadaan kesenian ini harus 
tetap dilestarikan keberadaanya.
Sebelum samboyo berdiri jaranan pakelan adalah jaranan yang sudah 
bisa berdiri dengan eksis di kediri. Para pemain jaranan pakelan itu 
rata-rata dahulu berasal dari LKN. Samboyo bubar pada tahun 1990an 
bersamaan dengan meninggalnya bapak Samboyo sebagai pimpinan jaranan 
itu. Pasca Samboyo bubar, kesenian jaranan sudah mulai merebak hampir 
diseluruh desa yang ada di kota kediri memiliki jaranan masing-masing. 
Akan tetapi mereka juga masih berkiblat dan memiliki karakter seperti 
jaranan Samboyo. (Pardi dan endah)
Kreasi Baru dan Proyek Dinas Pariwisata Kediri
Dalam pandangan Mbah Ketang, Gerakan joget pada jaranan itu adalah pakem dan tidak bisa dirubah. Kalau jaranan Wijaya Putra itu memiliki 24 macam gerakan. Berubahnya jaranan itu hanya pada peralatan yang dimainkan saja. Kalau Wijaya Putra dan Sanjaya Putra masih mempertahankan pakem yang ada pada jaranan. kepakeman jaranan akan senantiasa dipertahankan oleh Sanjaya Putra da Wjaya Putra. Kedua jaranan ini beranggapan bahwa joged yang sekarang mereka gunakan itu adalah warisan dari leuhurnya. Pakem yang ada itu bagi 2 Komunitas ini harus selalu digunakan pada saat-saat pertunjukan. Kalau pakemnya sudah habis ditampilkan baru boleh memberikan jaranan yang sudah dikombinasi. Bagi Samboyo dan Wijaya meninggalkan yang pakem itu sangat menghilangkan naluri jaranan dan menghina tinggalan nenek moyang mereka.
Dalam pandangan Mbah Ketang, Gerakan joget pada jaranan itu adalah pakem dan tidak bisa dirubah. Kalau jaranan Wijaya Putra itu memiliki 24 macam gerakan. Berubahnya jaranan itu hanya pada peralatan yang dimainkan saja. Kalau Wijaya Putra dan Sanjaya Putra masih mempertahankan pakem yang ada pada jaranan. kepakeman jaranan akan senantiasa dipertahankan oleh Sanjaya Putra da Wjaya Putra. Kedua jaranan ini beranggapan bahwa joged yang sekarang mereka gunakan itu adalah warisan dari leuhurnya. Pakem yang ada itu bagi 2 Komunitas ini harus selalu digunakan pada saat-saat pertunjukan. Kalau pakemnya sudah habis ditampilkan baru boleh memberikan jaranan yang sudah dikombinasi. Bagi Samboyo dan Wijaya meninggalkan yang pakem itu sangat menghilangkan naluri jaranan dan menghina tinggalan nenek moyang mereka.
Berbeda halnya dengan Jayoboyo Putra yang lebih suka berkreasi dengan
 model-model baru. Jaranan ini mencoba untuk mengawinkan antara kesenian
 tradisional dengan modern. Misalnya dalam lagu-lagunya dicampur dengan 
samroh ataupun dicampur dengan dangdut. Hal ini dilakukan oleh Joyoboyo 
Putro untuk mengikuti permintaan pasar. Ranggalawe juga memiliki 
paradiga yang sama dengan Joyoboyo Putro. Dia lebih mengembangkan 
kesenian pada proyek modifikasi tarianya.
Perkembangan jaranan paska tahun 1977 meluncur pesat. Kemunculan 
jaranan kreasi baru ini tidak lepas dari apa yang dinginkan penonton 
ataupun yang diinginkan oleh zamanya. Seniman jaranan biasanya lebih 
suka bermain dengan jaranan pakem. Akan tetapi biasanya kelompok seniman
 jaranan itu memiliki 2 versi. Pertama versi baru yaitu versi kolaborasi
 dengan kesenian modern. Kalau yang modern biasanya ditambah dengan 
sinden, dram dan keyboard. Yang kedua adalah versi jaranan pakem. 
Kesenian jaranan pakemanya menggunakan ketuk kenong, gong gumbeng, 
kendang dan terompet.
Untuk masalah tarianya nanti disesuaikan dengan pakemnya kelompok 
masing-masing. Misalnya, jaranan wijoyo Putro 24 gerakan, Sanjoyo Putro 
24 gerakan, Joyoboyo 14 gerakan, ronggolawe malaah cumin sedikit antara 
5-6 gerakan saja. Seniman jaranan selalu memberikan tawaran kepada para 
penanggap untuk meimilih versi yang mana.
Kalau pada saat gebyakan atau pada saat upacara nazar mereka selalu 
menggunakan yang pakem. Kalau pada saat tanggapan mereka menyerahkan 
kepada penanggapnya memili yang mana. Akan tetapi mereka memiliki pakem 
sendiri-sendiri dalam jogedanya.
Jaranan dahulu untuk penabuhnya tidak ada panggungnya seperti 
sekararang. Mulai tahun 1980an jaranan sudah mulai ada panggungnya untuk
 penabuh. Panggung ini dimaksudkan agar penabuh dapat leluasa dalam 
melihat gerakan pemain jaranan. Jaranan di sini tidak ada yang berada di
 atas panggung seperti jaranan Safitri Putro. Kalau jaranan Safitri 
Putro itu bukan jaranan namanya. Kalau Cuma nari saja dan tidak ada 
ndadinya namanya adalah campur sari. karena yang namanya jaranan itu 
harus ada yang ndadi kalau tidak ada yang ndadi itu namanya bukan 
jaranan.
Persaingan antar seniman jaranan satu dengan yang lainya rupanya 
cukup tinggi. Berbagai kelompok jaranan yang memikliki bos, mereka lebih
 berani untuk membanting harga. Bagi jaranan yang sifatnya paguyuban 
seperti halnya jaranan Wijaya Putra. Akan keberatan dengan penjatuhan 
harga seperti ini. Para seniman tidak akan bisa makan apa-apa kalau 
harga tanggapan itu anjlok.
Tarif tanggapan untuk jaranan Wijaya Putra itu berkisar antara 
1500.000 sampai 1000.000 rupiah. Sedangkan kalau ada jaranan lain yang 
memiliki bos, pasti berani mengambil di bawahnya. 800.000 sampai 600.000
 itu bisa diladeni. ”Saya kasihan dengan jaranan-jaranan yang 
kecil-kecil itu. Karena saya kira jaranan yang kecil itu nanti tidak 
akan bisa hidup” kata pak gendut dari jaranan Wijaya Putra itu.
Jaranan Dalam Proyek Pariwisata
Pemerintah kota kediri dengan menggunakan organya DK3 (Dewan Kesenian Kota Kediri) beserta Dinas Pariwisata akan membuat semacam buku panduan untuk jaranan. Buku ini akan mengulas banyak tentang pakem jaranan khas kediri. Mereka bersama timnya sudah mempersiapkan segalanya unruk membuat buku itu.
Pemerintah kota kediri dengan menggunakan organya DK3 (Dewan Kesenian Kota Kediri) beserta Dinas Pariwisata akan membuat semacam buku panduan untuk jaranan. Buku ini akan mengulas banyak tentang pakem jaranan khas kediri. Mereka bersama timnya sudah mempersiapkan segalanya unruk membuat buku itu.
Proyek pemakeman jaranan ini direncanakan pada tahun 2008 nanti. 
Selama ini yang sudah dilakukan oleh dinas pariwisata Kediri untuk 
melakukan pakemisasi jaranan adalah dengan menggali data-data yang ada. 
Data-data itu mereka dapatkan dari para sesepuh jaranan. “Kita tidak 
bisa sembarangan untuk menentukan semuanya itu. Usaha kita adalah 
mengumpulkan para sesepuh untuk membincang bareng tentang kesenian 
jaranan. Kemudian diseminarkan dan disepakati bersama’. Ujar Pak Guntur.
Rencana pemakeman ini akan melibatkan berbagai tokoh sesepuh seniman 
jaranan dan sejarawan. Mereka juga mengupayakan agar pemakeman ini bisa 
benar-benar tidak meninggalkan tradisi yang ada pada kesenian di Kediri.
 Sebelum pemakeman itu dilakukan dinas pariwisata akan menggali sejarah 
kota kediri teerlebih dahulu.
Program Dinas Pariwisata untuk tahun ini dan 1 tahun mendatang adalah
 mencari pakem jaranan terlebih dahulu. Untuk pengembangan dan 
pembimbingan pada jaranan-jaranan yang ada Kediri, dinas pariwisata 
mengundang kelompok-kelompok jaranan untuk tampil Taman Wisata 
Selomankleng setiap Minggu. Komunitas jaranan itu disuruh tampil untuk 
mengisi hiburan di Selomangleng secara bergiliran.
Pada saat-saat tertentu Dinas pariwisata juga mengajak para seniman 
jaranan untuk tampil mengisi hiburan di Taman Mini Indonesia Indah. Pada
 saaat jaranan tampil di taman mini sudah berbeda dengan jaranan yang 
ada disini. Mereka sudah dikolaborasi dengan tari-tarian lain.
Bagi kami jaranan itu yang penting adalah dimunculkan saja supaya 
keberadaanya tetap bisa lestari. Pada saat ini pemerintah kota kediri 
sedang mempelajari dan menggali kesenian jaranan yang khas Kediri. Baik 
itu dari segi pakaianya, jogednya maupun alat musik yang dimainkan. 
Proyek ini masih terhenti karena dana yang diajaukan untuk mengerjkakan 
ini belum turun dari pemerintahan kota Kediri. Dana pembakuan Jaranan 
ini akan dianggarkan pada RAPBD tahun depan.
Kita memerlukan dokumentasi, dana dan lain sebagainya. Kita 
rencananya akan mengupas sejarah jaranan dari sungai Brantas. Kita akan 
melihat perkembangan jaranan dari jaman Praislam. Jaranan Kediri 
memiliki pakem sendiri-sendiri. Kita sudah mulai merancang jaranan 
masing-masing misalnya yang pegon tidak memakai baju, untuk yang jaranan
 door dan senterewe masih kami pikirkan bersama teman-teman seniman 
jaranan. kata pak Guntur
Dinas Pariwisata akan merumuskan secara bersama-sama dengan seniman jaranan kemudian menyepakatinya. Dinas Pariwisata sebenarnya hanya memfasilitasi mereka dan jangan sampai muncul bahwa ide pakemisasi ini adalah proyek Dinas Pariwisata. Mereka akan bermusyawarah dengan para seniman dalam menetapkan kesenian jaranan. Sebenarnya kita berfikir jauh kedepan untuk menjaga keberadaan jaranan pada tahun-tahun yang akan datang.
Dinas pariwisata beranggapan, kalau tidak ada pakem sendiri jaranan 
ini nanti akan semakin jauh dari aslinya. Karena tidak ada buku petunjuk
 jaranan. Mereka hanya mengembangkan tradisi lisan. Sedangkan tradisi 
lisan itu akan senantiasa berubah setiap tahunya.
Setiap jaranan memiliki pakem masing-masing dan tidak mau mereka 
diseragamkan antara kesenian jaranan yang satu dengan yang lainya. 
Menurut pak Guntur bahwa kesenian jaranan itu memang memiliki pakem 
masing-masing akan tetapi saya mencoba urntuk bisa masuk dengan 
pelan-pelan agar mereka bisa menerima saya. Misalnyua pada saat 
pertemuan saya dengan para seniman beberapa waktu yang lalu. Saya pernh 
mengetes mereka untuk menunjukan tarianya di depan forum. Saya meminta 
misalnya yang beraliran pegon maju. Mereka antara pegon jaranan satu 
dengan yang lainya berbeda. Senterewe juga berbeda satu sama lainya. 
Dalam perbedaan itu mereka berdebat sengit dan saling menunjukan bahwa 
jarananya yang paling benar pakem.
Setiap ada festifal jaranan saya mengumpulkan para seniman dan 
mengajak mereka supaya bisa menyeragamkan tarian jaranan. Pada saat 
festifal kemarin para juri kebingungan untuk menilai jaranan mana yang 
baik. Karena setiap jaranan memiliki karakter masing-masing. Sehingga 
kita tidak bisa melihat mana yang harus dinilai. Akhirnya siapa yang 
baik itu yang menang. Tapi mereka juga banyak yang protes tentang 
penilaian juri. Karena mereka juga menganggap bahwa jarananya yang 
memiliki tarian paling bagus akan tetapi tidak menang dalam festifal.
Pemerintah daerah itu haruslah pandai-pandai memasarkan kesenian 
daerah. Jadi tidak hanya kesenian yang sudah tenar saja yang kita suruh 
main. Juga bagi mereka-mereka yang belum punya nama harus kita angkat. 
Saya tidak memandang kualitas yang ada akan tetapi saya selalu 
memberikan contoh pada jaranan yang kecil supaya mengikuti jaranan yang 
sudah besar.
Seniman di Kediri ini seringkali pindah-pindah ruang. Maksudnya 
mereka selalu mengiikuti kesenian mana yang populis dan digemari 
masyarakat. Kalau dahulu ludruk ya seluruh seniman banyak yang di 
ludruk. Kalau sekarang ludruk dilarang main mereka beramai-ramai pindah 
pada seniman jaranan
Nah,,itulah info tentang Sejarah Kesenian Jaranan,,Semoga bermanfaat
sumber : http://situsbina.wordpress.com
Title : Sejarah Kesenian Jaranan
Description : Sejarah Kesenian Jaranan - Seni jaranan itu mulai muncul sejak abad ke 10 Hijriah. Tepatnya pada tahun 1041. atau bersamaan dengan ke...
Description : Sejarah Kesenian Jaranan - Seni jaranan itu mulai muncul sejak abad ke 10 Hijriah. Tepatnya pada tahun 1041. atau bersamaan dengan ke...
 
 
0 Response to "Sejarah Kesenian Jaranan"
Post a Comment